P
|
uskesmas Muara Wahau II merupakan Puskesmas yang berada di
wilayah Kabupaten Kutai Timur. Dengan wilayah kerja Meliputi Desa Wanasari, Desa Wahau
Baru dan Desa Karya Bhakti.
A. Kondisi Geografis
1.
Batas
Administrasi
Puskesmas Muara Wahau IImemiliki luas
3.773 km2 atau
10,6 persen
dari luas Kabupaten Kutai Timur, berada 1°03’52.93 LU dan 116°52’36.35”BT.
Batas- batas wilayah
Puskesmas Muara Wahau IIsecara administratif adalah:
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Kongbeng Desa Marga Mulya;
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan
Muara wahau Desa Long Wehea;
Sebelah Timur : Berbatasan
dengan Kecamatan Kongbeng Desa Marga Mulya;
Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Muara wahau Desa Muara Wahau.
Pada awal terbentuknya
Puskesmas Muara Wahau IIterdiri dari 7 Desa
di wilayah kerjanya, yaitu Desa Wanasari, Wahau baru, Karya Bhakti, Makmur jaya, Marga
Mulia, Suka maju, Kongbeng Indah, Sri Pantun dan Sidomulyo. Pada tahun 2005 terjadi pemekaran Kecamatan Muara Wahau di mekarkan
menjadi dua Yaitu Kecamatan Muara Wahau
itu sendiri dan Kecamatan Kongbeng, sehingga Puskesmas
Muara Wahau IIsecara administratif hanya memiliki 3 desa di wilayah kerjanya.
2.
Luas
Wilayah
Puskesmas
Muara Wahau II
memiliki luas wilayah 3.773 km2 atau 10,6% dari
luas wilayah Kabupaten Kutai Timur. Selanjutnya luas wilayah dapat
dirinci menurut luas wilayah per desa sebagai berikut:
Tabel 2.1
Luas Wilayah Kecamatan dan
Jumlah Desa di
Kabupaten Kutai Timur
No
|
Kecamatan
|
Luas
|
|
km²
|
%
|
||
1
|
Wanasari
|
1.600
|
42,4
|
2
|
Wahau Baru
|
973
|
25,8
|
3
|
Karya Bhakti
|
1.200
|
31,8
|
Luas Total
|
3.773
|
||
Keterangan
:
Sumber :Pemerintah Desa di Wilayah Kerja Puskesmas
Muara Wahau II
3. Topografi
Topografi
Puskesmas Muara Wahau II berupa dataran di ketinggian 119 m dari permukaan
laut.
Sebagian besar wilayah Puskesmas Muara
Wahau II merupakan daerah dataran sehingga cocok untuk areal perkebunan, kebun
sawit merupakan perkebunan terluas dan
sebagai penopang hidup di 3 desa ini.
4. Iklim dan Hidrologi
Puskesmas Muara Wahau IIberiklim hutan tropika humida dengan
suhu udara rata-rata 26⁰C, di mana perbedaan suhu terendah dengan suhu
tertinggi mencapai 5⁰C - 7⁰C, jumlah curah hujan antara 2000-4000 mm/tahun,
dengan jumlah hari hujan rata-rata adalah 130-150 hari/tahun.
B. Kependudukan dan Tenaga Kerja
Aspek kependudukan merupakan faktor yang sangat strategis
dalam pembangunan daerah, sehingga data kependudukan sangat diperlukan sebagai
bahan penentuan kebijakan maupun perencanaan pembangunan. Dalam konteks yang
lebih spesifik, data penduduk beserta deskripsi kecenderungannya sangat berguna
dalam mengevaluasi kegiatan yang telah dilaksanakan, yang sedang berjalan,
bahkan dalam merencanakan bentuk dan volume kegiatan yang akan dilakukan di
masa mendatang. Persoalan kependudukan seperti
pertumbuhan penduduk beserta karakteristik faktor yang mempengaruhinya, baik
karena tingkat fertilitas dan mortalitas atau karena tingkat migrasi, akan
berdampak dalam upaya intervensi pembangunan yang dilaksanakan, seperti:
penyediaan infrastruktur yang memadai serta lapangan pekerjaan yang cukup di
masa mendatang.
Tabel 2.2
Pertumbuhan Penduduk Tahun
2016 - 2018
Kabupaten Kutai Timur
No
|
Kecamatan
|
2016
|
2017
|
2018
|
1
|
Wanasari
|
2.062
|
3.711
|
4.093
|
2
|
Wahau Baru
|
1.837
|
1.941
|
2.393
|
3
|
Karya Bhakti
|
3.511
|
2.180
|
4.327
|
Jumlah Penduduk
|
7.410
|
7.832
|
10.813
|
|
Pertumbuhan (%)
|
0,97
|
|||
Keterangan
:
Sumber : Catatan Sipil Kabupaten Kutai Timur 2018
Pada
tahun 2016 jumlah penduduk Puskesmas Muara Wahau II sebesar 7.410 jiwa mengalami kenaikan jumlah penduduk sebanyak 4.22 jiwa,
menjadi 7.832
jiwa di tahun 2017 kemudian pada
tahun 2018 terjadi lagi pertambahan jumlah penduduk menjadi 10.813 jiwa atau
mengalami pertumbuhan 0,97%. Penambahan Jumlah Penduduk tersebut merupakan
pemutakhiran data BPS kutai Timur.
Gambar 2.1
Distribusi
Penduduk Pada Tiap Desa Tahun2018

Keterangan
:
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Kutai Timur
Tahun 2018
Pada Gambar 2.2, Jika dilihat dari gambar diatas jumlah penduduk tertinggi di Wilayah
kerja Puskesmas Muara Wahau II masih terdapat di Desa Karya Bhakti dengan jumlah penduduk sebesar 4.327 Jiwa,
Wanasari sebesar 4.093
jiwa ,dan Jumlah penduduk terendah terdapat di Wahau Baru sebesar 2.393 Jiwa.
Struktur umur penduduk menurut jenis
kelamin dapat digambarkan dalam bentuk grafik di bawah ini. Berdasarkan
estimasi penduduk yang telah dilakukan, dapat disusun sebuah grafik jumlah
penduduk tahun 2018. Grafik menunjukkan jumlah penduduk,
badan grafik warna biru menunjukkan banyaknya penduduk laki – laki dan badan
grafik warna merah menunjukkan jumlah penduduk perempuan. Grafik tersebut
merupakan gambaran struktur penduduk yang terdiri dari struktur penduduk muda,
dewasa, dan tua. Struktur penduduk ini menjadi dasar bagi kebijakan
kependudukan, sosial, budaya dan ekonomi.
Gambar 2.2
Estimasi
Penduduk Pada Kelompok Umur
Puskesmas
Muara Wahau II Tahun 2018

Keterangan
:
Sumber : Data capil 2018
Pada Gambar 2.3 ditunjukkan bahwa
struktur penduduk di wilayah kerja Puskesmas Muara Wahau II termasuk dalam
struktur penduduk Produktif. Hal ini dapat diketahui bahwa dari banyaknya
jumlah penduduk usia Produktif (15 -64
tahun) yang tinggi,
kemudian kelompok usia non produktif (0-14 tahun dan 65 tahun keatas) dengan
kata lainangka
harapan hidup semakin meningkat yang ditandai dengan lebih tingginya usia produktif
dibanding dengan non produktif, ini
menunjukkan banyaknya jumlah penduduk usia produktif terutama pada kelompok
usia 25 – 29 tahun, baik laki – laki dan perempuan. Rincian estimasi jumlah
penduduk menurut jenis kelamin dan kelompok umur di Puskesmas Muara Wahau II
dapat dilihat pada Lampiran Tabel 2.
Indikator penting terkait distribusi
penduduk menurut umur yang sering digunakan untuk mengetahui produktivitas penduduk adalah
Angka Beban Tanggungan atau Dependency Ratio. Angka Beban Tanggungan adalah
angka yang menyatakan perbandingan antara banyaknya orang yang tidak produktif
(umur di bawah 15 tahun dan umur 65 tahun ke atas) dengan banyaknya orang yang
termasuk umur produktif (umur 15–64 tahun). Secara kasar perbandingan angka beban tanggungan menunjukkan dinamika beban
tanggungan umur produktif terhadap umur nonproduktif. Semakin tinggi rasio
beban tanggungan, semakin tinggi pula jumlah penduduk nonproduktif yang
ditanggung oleh penduduk umur produktif.
Komposisi penduduk Puskesmas Muara
Wahau II menurut kelompok umur yang ditunjukkan oleh Grafik 2.3, menunjukkan
bahwa penduduk yang berusia 0-14 tahun sebesar 18,6% yang berusia 15-64 tahun
sebesar 79,4% dan yang berusia ≥ 65 tahun sebesar 2,0%. Dengan demikian maka
Angka Beban Tanggungan penduduk Puskesmas Muara Wahau II pada tahun 2018 sebesar
25,9%. Hal ini berarti bahwa 4 orang yang masih produktif akan menanggung 1
orang yang belum/sudah tidak produktif lagi.
Penduduk sasaran program pembangunan
kesehatan sangatlah beragam, sesuai dengan karakteristik kelompok umur tertentu
atau didasarkan pada kondisi siklus kehidupan yang terjadi. Beberapa upaya
program kesehatan memiliki sasaran ibu hamil, ibu melahirkan, dan ibu nifas.
Beberapa program lainnya dengan penduduk sasaran terfokus pada kelompok umur
tertentu, meliputi: bayi, batita, balita, anak balita, anak usia sekolah SD,
wanita usia subur, penduduk produktif, dan usia lanjut.
Kepadatan penduduk menunjukkan
banyaknya penduduk per kilometer persegi. Hasil estimasi penduduk menunjukkan
pada tahun 2018 kepadatan penduduk di Puskesmas Muara
Wahau II sebesar 3 penduduk per km2. Estimasi kepadatan penduduk paling besar
terdapat di desa Karya Bhakti dengan kepadatan penduduk 3 penduduk per km2,
Desa Wanasari sebesar 2 penduduk per km2, dan wahau baru sebesar 1
penduduk per km2.
Penduduk sebagai determinan
pembangunan harus mendapat perhatian yang serius. Program pembangunan, termasuk
pembangunan di bidang kesehatan, harus didasarkan pada dinamika kependudukan.
Upaya pembangunan di bidang kesehatan tercermin dalam program kesehatan melalui
upaya promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Untuk mendukung upaya
tersebut diperlukan ketersediaan data mengenai penduduk sebagai sasaran program
pembangunan kesehatan.
C. Pendidikan
Salah satu indikator pengukur pemerataan akses
pendidikan adalah Angka Partisipasi Kasar (APK), indikator ini mengukur
proporsi anak sekolah pada suatu jenjang pendidikan tertentu dalam kelompok
umur sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut. Sedangkan untuk menunjukan
proporsi anak sekolah pada suatu kelompok umur tertentu yang bersekolah pada
tingkat yang sesuai dengan kelompok umurnya, maka digunakan Angka Partisipasi
Murni (APM). Data
Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni (APK) Puskesmas Muara Wahau IIpada
tahun 2017-2018 tersaji pada tabel berikut:
Tabel 2.3
Persentase APK Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2018
NO
|
Jenjang Pendidikan
|
APK
|
2018
|
||
1
|
Sekolah
Dasar
(SD)/MI
|
2,36
|
2
|
Sekolah
Lanjutan
Tingkat
Pertama
(SLTP)/MTS
|
1,36
|
3
|
Sekolah
Lanjutan
Tingkat
Atas
(SLTA/SMA/MA)
|
0,85
|
4
|
Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK)
|
1,17
|
Keterangan :
SumberDinas PendidikanMuara
Wahau Tahun2018
Berdasarkan tabel diatas
terlihat Angka Persentase Kasar (APK)
menurut tingkat pendidikan Tahun 2018pada jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP/MTS) dan Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas (SLTA/MA),pada jenjang Sekolah Dasar (SD) persentase APK
2,36% di tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) persentase APK 1,36%,
sedangkan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA/SMA/MA) persentase APK 0,85% dan
jika dibandingkan dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) terdapat sedikit
perbedaan berpersentase APK dimana (SMK) 1,17%.
D.
Keadaan
Lingkungan dan Perilaku Masyarakat
Lingkungan merupakan salah satu variabel yang perlu
mendapat perhatian khusus dalam menilai kondisi kesehatan masyarakat. Bersama
dengan faktor perilaku, pelayanan kesehatan dan genetik, lingkungan
mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Menurut Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan
Indonesia (HAKLI) kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi lingkungan yang
mampu menopang keseimbangan ekologi yang dinamis antara manusia dan
lingkungannya untuk mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan
bahagia.
Masalah kesehatan lingkungan
merupakan masalah kompleks yang harus diatasi bersama. Untuk menggambarkan
keadaan lingkungan, akan disajikan indikator-indikator seperti: akses air minum
berkualitas, akses terhadap sanitasi layak, rumah tangga kumuh dan rumah sehat.
1.
Sarana dan Akses Air Minum
Berkualitas
Salah satu tujuan pembangunan prasarana penyediaan
air baku untuk memastikan komitmen pemerintah terhadap Millenium Development
Goals (MDGs) yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup dengan menurunkan
target hingga setengahnya proporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan
terhadap air minum layak dan sanitasi dasar hingga 2019.
Air minum adalah air yang
melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat
kesehatan dan dapat langsung diminum.
Penyelenggara air minum dapat
berasal dari badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah, koperasi, badan
usaha swasta, usaha perorangan, kelompok masyarakat, dan/atau individual yang
melakukan penyelenggaraan penyediaan air minum. Syarat-syarat kualitas air
minum sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010,
diantaranya adalah sebagai berikut :
· Parameter
mikrobiologi E Coli dan total Bakteri Kolifrom, kadar maksimum yang di
perbolehkan 0 jumlah per 100 ml sampel,
· Syarat Fisik
: Tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna,
· Syarat Kimia
: Kadar Besi : maksimum yang diperbolehkan 0,3 mg/l, Kesadahan (maks 500 mg/l),
pH 6,5-8,5.
Dalam rangka meningkatkan
pencapaian persentase kualitas air minum berkualitas dengan salah satu target
prioritas adalah persentase kualitas air minum yang memenuhi syarat kesehatan,
dalam hal ini adalah air minum yang didistribusikan oleh PDAM.
Gambar 2.3
Persentase Air Minum Dengan Akses Berkelanjutan
Puskesmas Muara Wahau II Tahun 2018

Keterangan :
Sumber :Program
Kesehatan Lingkungan Puskesmas Muara Wahau II
Pada Gambar 2.4 dapat dijelaskan
bahwa Sumber air minum melalui perpipaan yang berasal dari
PDAM merupakan pilihan utama masyarakat
di wilayah puskesmas Muara Wahau II, tercatat sebanyak 4312 penduduk atau sekitar 39% penduduk
menggunakan PDAM, namun dengan terbatasnya akses PDAM masyarakat memilih sumber
air minum yang lain diluar perpipaan. Pemilihan sumber air minum terbesar
diluar perpipaan adalah sumur gali terlindungi yaitu sebanyak 739 penduduk atau sekitar6,8% kemudian terminal air (tandon air)
sebanyak 186 penduduk atau sekitar 1,7% dan penampungan air hujan sebanyak
151 penduduk atau sekitar 1,3%.
Amanat Undang-undang Nomor 7
Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang selanjutnya dijabarkan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
pada Pasal 6 disebutkan bahwa :
1) Air minum
yang dihasilkan dari Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang digunakan oleh
masyarakat pengguna/pelanggan harus memenuhi syarat kualitas berdasarkan
peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan,
2) Air minum
yang tidak memenuhi syarat kualitas sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dilarang
didistribusikan kepada masyarakat.
Upaya pengawasan kualitas air
sebagaimana yang diatur di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
736/MENKES/PER/VI/2010 tentang Tata Laksana Pengawasan Kualitas Air Minum,
dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan kabupaten/kota sebagai pengawasan eksternal dan penyelenggara air minum sebagai
pengawasan internal. Selain itu diatur pula mengenai adanya upaya penyampaian
informasi tentang data kualitas air minum oleh penyelenggara air minum ke dinas
kesehatan kabupaten/kota serta upaya penyampaian kondisi kualitas air oleh
pemerintah daerah di wilayahnya.
Seiring dengan kemajuan
teknologi serta semakin tinggi tingkat kesadaran masyarakat terhadap kesehatan
terutama dalam pemenuhan kebutuhan air bersih untuk minum, sementara itu
persediaan air tanah yang selama ini menjadi sumber utama air minum telah
mengalami pencemaran, rumah tangga kini mulai beralih kepada produk air minum dalam
kemasan/isi ulang. Produk ini merupakan salah satu solusi untuk konsumsi air
minum karena produk dapat langsung diminum karena telah melalui proses
produksi.
Sementara menurut definisi MDGS air minum
kemasan dan isi ulang tidak termasuk dalam sumber air minum layak. Hal ini
dikarenakan air kemasan tidak dapat dipastikan keberlanjutannya dan sumbernya
berasal dari wilayah lain.
Gambar 2.4
Persentase
Kualitas Air Minum di Penyelenggara Air Minum
yang Memenuhi Syarat Kesehatan
Puskesmas
Muara Wahau II Thun 2018
![]() |
Sumber :
Program Kesehatan Lingkungan Puskesmas Muara Wahau II
Pada Gambar 2.5 dapat dijelaskan
bahwa kualitas air minum di penyelenggara air minum yang memenuhi syarat
kesehatan didapatkan di desa Wanasari sebanyak 83 penyelenggara air minum,
sedangkan di desa Wahau Baru sebanyak 49 dan di Desa Karya Bhakti sebanyak 152.
Sumber air minum mempengaruhi
kualitas air minum. Untuk sumber air minum yang berasal dari sumber air minum
layak, selain konsep air ledeng, akses
masyarakat juga pada buka jaringan perpipaan yang terbagi atas : sumur gali
terlindungi, sumur gali dengan pompa tangan, sumur bor dengan pompa tangan,
perlindungan mata air dan penampungan air hujan. Khusus untuk sumur bor/pompa,
sumur terlindung, dan mata air terlindung harus memenuhi syarat jarak ke tempat
penampungan kotoran/tinja minimal 10 meter.
2.
Sarana dan Akses Terhadap Sanitasi Dasar
Akses terhadap air bersih dan
sanitasi merupakan salah satu fondasi inti dari masyarakat yang sehat. Air
bersih dan sanitasi yang baik merupakan elemen penting yang menunjang kesehatan
manusia. Sanitasi berhubungan dengan kesehatan lingkungan yang mempengaruhi
derajat kesehatan masyarakat. Buruknya kondisi sanitasi akan berdampak negatif
di banyak aspek kehidupan, mulai dari turunnya kualitas lingkungan hidup
masyarakat, tercemarnya sumber air minum bagi masyarakat, meningkatnya jumlah
kejadian diare dan munculnya penyakit.
Berbagai alasan digunakan oleh
masyarakat untuk buang air besar sembarangan, diantaranya adalah anggapan
membangun jamban itu mahal, lebih enak buang air besar di sungai, tinja dapat
digunakan sebagai pakan ikan, dan lain-lain. Perilaku ini harus diubah karena
dapat meningkatkan risiko masyarakat untuk terkena penyakit menular.
Gambar 2.5
Penduduk
dengan akses yang menggunakan Jamban sehat
UPT
Puskesmas Muara Wahau II tahun 2018

Sumber :
Program Kesehatan Lingkungan Puskesmas Muara Wahau II
Dari Gambar 2.6 dapat dijelaskan
bahwa di desa Wanasari jumlah penduduk yang menggunakan jamban sehat model
leher angsa sebesar 529 penduduk, model plengsengan sebanyak 628 penduduk, di
desa Wahau Baru yang menggunakan model leher angsa sebanyak 285 penduduk model
plengsengan sebanyak 344 penduduk dan di desa Karya Bhakti yang menggunakan
jamban model leher angsa sebanyak 547 penduduk model plengsengan sebanyak 649
penduduk, dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat yang tinggal di
dalam wilayah UPT Puskesmas Muara Wahau II sudah mulai sadar akan pentingnya
penggunaan jamban sehat.
Sesuai dengan konsep dan
defnisi MDGs, disebut akses sanitasi layak apabila penggunaan fasilitas tempat
buang air besar milik sendiri atau bersama, jenis kloset yang digunakan jenis
leher angsa dan tempat pembuangan akhir tinjanya menggunakan tangki septic atau
Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL). Metode pembuangan tinja yang baik yaitu
dengan jamban dengan syarat sebagai berikut:
1) Tanah
permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi
2) Tidak boleh
terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin memasuki mata air atau sumur
3) Tidak boleh
terkontaminasi air permukaan
4) Tinja tidak
boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain
5) Tidak boleh
terjadi penanganan tinja segar, atau bila memang benar-benar diperlukan, harus
dibatasi seminimal mungkin
6) Jamban harus
bebas dari bau atau kondisi yang tidak sedap dipandang
7) Metode
pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan tidak mahal.
Secara umum kendala yang
dihadapi dalam upaya meningkatkan akses terhadap sanitasi dasar di rumah
tangga, yaitu :
1) Proses
peningkatan perubahan perilaku tidak dapat dilakukan secara instan, cenderung
membutuhkan waktu yang relative lama agar masyarakat dapat mengadopsi perilaku
yang lebih sehat dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun demikian, kondisi sosial
budaya yang sangat bervariasi dapat mempengaruhi cepat lambatnya perubahan
perilaku,
2) Masih
banyaknya pemukiman yang terletak di pinggiran sungai.
3) Belum
meratanya ketersediaan sarana air minum dan sanitasi yang mudah, murah dan
terjangkau oleh masyarakat,
4) Kondisi
geografis yang sangat bervariasi mengakibatkan sulitnya menentukan pilihan
teknologi sanitasi yang dapat diterapkan di daerah tersebut.
Salah satu upaya yang dilakukan
guna meningkatkan akses terhadap sanitasi dasar adalah dengan menggalakkan
kegiatan:
1) Pemicuan
Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS),
2) Kampanye
Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS),
3) Penyuluhan
pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga yang aman,
4) Penyuluhan
pengelolaan sampah dengan benar,
5) Penyuluhan
pengelolaan limbah rumah tangga yang aman,
6) Jumat bersih.
3.
Rumah Sehat
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan
pasal 162 dan 163 mengamanatkan bahwa upaya kesehatan lingkungan ditujukan untu
mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Pada pasal 163 ayat 2 mengamanatkan bahwa lingkungan sehat
antara lain mencakup lingkungan permukiman. Untuk menjalankan amanat dari pasal
tersebut, maka untuk penyelenggaraan penyehatan permukiman difokuskan pada
peningkatan rumah sehat.
Rumah sehat adalah rumah yang
memenuhi kriteria minimal : akses air minum, akses jamban sehat, lantai, ventilasi, dan pencahayaan
(Kepmenkes Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan
dan Permenkes Nomor 1077/PER/V/MENKES/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara
dalam Ruang Rumah). adapun
rumah yang memenuhi syarat untuk dikategorikan rumah sehat dapat dilihat dari
gambar dibawah ini:
Gambar 2.6
Persentase
Rumah Sehat Menurut Desa dan Pustu
UPT
Puskesmas Muara Wahau II
Tahun
2018

Sumber :
Program Kesehatan Lingkungan Puskesmas Muara Wahau II
Dari gambar 2.7 dapat dijelaskan
bahwa di desa Wanasari kategori rumah yang memenuhi syarat (rumah sehat)
sebanyak 775 rumah atau sebesar 77%, di desa Wahau Baru sebanyak 651 rumah atau
sebesar 77% dan di desa Karya Bhakti sebanyak 912 rumah atau sebesar 85%. untuk
melihat secara detailnya dapat dilihat pada Tabel 58.
4.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga
Keluarga mempunyai peran penting dalam meningkatkan
kualitas kesehatan masyarakat, karena dalam keluarga terjadi komunikasi dan
interaksi antara anggota keluarga yang menjadi awal penting dari suatu proses
pendidikan perilaku.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) di rumah tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga
agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta
berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat. Untuk mencapai rumah
tangga ber-PHBS, terdapat 10 perilaku hidup bersih dan sehat yang dipantau,
yaitu:
1.
Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan,
2.
Memberi ASI ekslusif,
3.
Menimbang balita setiap bulan,
4.
Menggunakan air bersih,
5.
Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun,
6.
Menggunakan jamban sehat,
7.
Memberantas jentik di rumah sekali seminggu,
8.
Makan buah dan sayur setiap hari,
9.
Melakukan aktivitas fisik setiap hari, dan
10. Tidak
merokok di dalam rumah.
Pelaksanaan perilaku hidup bersih
dan sehat sejak dini dalam keluarga dapat menciptakan keluarga yang sehat dan
aktif dalam setiap upaya kesehatan di masyarakat. Dalam upaya meningkatkan
kesehatan anggota keluarga, Dinas Kesehatan melalui Seksi Promosi Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat berupaya meningkatkan persentase rumah tangga ber-PHBS.
Meningkatkan cakupan PHBS
merupakan suatu hal yang sangat penting dan menjadi tantangan tersendiri dalam
mewujudkan kesehatan masyarakat, khusunya masyarakat di pedesaan. Hal tersebut
tidak lepas dari sarana PHBS yang masih terbatas di masyarakat, disamping
kesadaran akan hidup sehat yang masih kurang sehingga perlu untuk terus
ditingkatkan.
Survey PHBS rumah tangga adalah
metode pengumpulan data PHBS guna mendukung upaya mengatasi masalah kesehatan
di suatu desa. Survey ini berbasis rumah tangga dan menggunakan metode C Survey
dalam menentukan target. Disebut rumah tangga ber-PHBS apabila semua dari 10
indikator PHBS dinyatakan “ya“.
Secara nasional persentase
pencapaian rumah tangga yang ber-PHBS mencapai 56,70%. Persentase tertinggi
rumah tangga ber-PHBS terdapat di Provinsi Jawa Tengan dengan persentase 76,42%
disusul Kalimantan Timur dengan persentase sebesar 75,26%, dan Kalimantan
Selatan dengan persentase sebesar 72,62%. Sedangkan provinsi yang persentase
rumah tangga ber-PHBS terendah terdapat di Papua Barat dengan persentase
25,50%, Papua dengan persentase 25,80% dan Sulawesi Barat dengan persentase
30,85%.
Persentase Capaian Survei PHBS
Puskesmas Muara Wahau II tahun 2016 sebesar 42%. Cakupan ini lebih rendah dari
tingkat nasional,dan ini merupakan masalah pekerjaan rumah atau perlu perhatian
khusus bagi Puskesmas Muara Wahau II khusunya bagian Promosi kesehatan dan
juaga lintas sektor terkait yang perlu di tangani mengingat cakupan Rumah
Tangga ber PHBS jauh di bawah standard nasional.
Gambar2.7
Persentase Rumah Tangga
Ber PHBS di wilayah kerja
Puskesmas Muara Wahau II Tahun 2018

Pada gambar 2.8 dapat dijelaskan
bahwa Cakupan Rumah Tangga Ber PHBS di tahun 2018 tampak
mengalami penurunan
jika di banding dengan tahun 2017 dan 2016 Rumah
Tangga Ber PHBS tertinggi di tahun
2018 terdapat di desa Karya Bhakti yaitu sebanyak40% jika dibandingkan dengan tahun
sebelumnya yang sampai 42 %, kemudian di desa wahau baru 37% yang
terendah yaitu desa karya bhakti sebesar 33% Salah satu
indikator yang menyebabkan kegagalan Rumah tangga ber PHBS adalah tidak merokok
di dalam rumah,
hal ini sangat bertolak belakang dengan masih banyaknya ditemui di masyarakat
yang tinggal di sekitaran wilayah UPT Puskesmas Muara Wahau IIini tentunya
masih sangat rendah jika di bandingkan
dari Standar nasional persentase pencapaian rumah tangga yang ber-PHBS
mencapai 56,70%.
Adapun penyebab rendahnya cakupan
rumah tangga Ber PHBS di tahun 2018 dipengaruhi oleh bebera faktor antara lain
faktor perilaku dan non perilaku fisik, sosial ekonomi dan sebagainya serta minimnya
pengetahuan masyarakat akan hidup sehat dan Puskesmas menjalankan fungsi
Preventif dan Promotif yg kurang.


Tempatku meNcari rezeky setiap hari,sehat2 slalu sluruh petugas pkm MW 2,agar bs slalu maksimal dlm memberikan pelayanan kpd sluruh masyarakat, aamiin
BalasHapus