Rabu, 14 Agustus 2019

PROFIL UPT PUSKESMAS MUARA WAHAU II



 

 




P
                              
uskesmas Muara Wahau II merupakan Puskesmas yang berada di wilayah Kabupaten Kutai Timur. Dengan wilayah kerja Meliputi Desa Wanasari, Desa Wahau Baru dan Desa Karya Bhakti.

A.      Kondisi Geografis

1.      Batas Administrasi
Puskesmas Muara Wahau IImemiliki luas 3.773 km2 atau 10,6 persen dari luas Kabupaten Kutai Timur, berada 1°03’52.93 LU dan 116°52’36.35”BT.
Batas- batas wilayah Puskesmas Muara Wahau IIsecara administratif adalah:
Sebelah Utara    :  Berbatasan dengan Kecamatan Kongbeng Desa Marga Mulya;
Sebelah Selatan  :  Berbatasan dengan Kecamatan Muara wahau Desa Long Wehea;
Sebelah Timur    :  Berbatasan dengan Kecamatan Kongbeng Desa Marga Mulya;
Sebelah Barat     :  Berbatasan dengan Kecamatan Muara wahau Desa Muara Wahau.

Pada awal terbentuknya Puskesmas Muara Wahau IIterdiri dari 7 Desa di wilayah kerjanya, yaitu Desa Wanasari, Wahau baru, Karya Bhakti, Makmur jaya, Marga Mulia, Suka maju, Kongbeng Indah, Sri Pantun dan Sidomulyo. Pada tahun 2005 terjadi pemekaran Kecamatan Muara Wahau di mekarkan menjadi  dua Yaitu Kecamatan Muara Wahau itu sendiri dan Kecamatan Kongbeng, sehingga Puskesmas Muara Wahau IIsecara administratif hanya memiliki 3 desa di wilayah kerjanya.
2.      Luas Wilayah
Puskesmas Muara Wahau II memiliki luas wilayah 3.773 km2 atau 10,6% dari luas wilayah Kabupaten Kutai Timur. Selanjutnya luas wilayah dapat dirinci menurut luas wilayah per desa sebagai berikut:
Tabel 2.1
Luas Wilayah Kecamatan dan Jumlah Desa di
Kabupaten Kutai Timur
No
Kecamatan
Luas
km²
%
1
Wanasari
1.600
42,4
2
Wahau Baru
973
25,8
3
Karya Bhakti
1.200
31,8
Luas Total
3.773



Keterangan :
Sumber  :Pemerintah Desa di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Wahau II
3.      Topografi
Topografi Puskesmas Muara Wahau II berupa dataran di ketinggian 119 m dari permukaan laut.
Sebagian besar wilayah Puskesmas Muara Wahau II merupakan daerah dataran sehingga cocok untuk areal perkebunan, kebun sawit merupakan perkebunan terluas dan  sebagai penopang hidup di 3 desa ini.
4.      Iklim dan Hidrologi
Puskesmas Muara Wahau IIberiklim hutan tropika humida dengan suhu udara rata-rata 26⁰C, di mana perbedaan suhu terendah dengan suhu tertinggi mencapai 5⁰C - 7⁰C, jumlah curah hujan antara 2000-4000 mm/tahun, dengan jumlah hari hujan rata-rata adalah 130-150 hari/tahun.

B.      Kependudukan dan Tenaga Kerja
Aspek kependudukan merupakan faktor yang sangat strategis dalam pembangunan daerah, sehingga data kependudukan sangat diperlukan sebagai bahan penentuan kebijakan maupun perencanaan pembangunan. Dalam konteks yang lebih spesifik, data penduduk beserta deskripsi kecenderungannya sangat berguna dalam mengevaluasi kegiatan yang telah dilaksanakan, yang sedang berjalan, bahkan dalam merencanakan bentuk dan volume kegiatan yang akan dilakukan di masa mendatang. Persoalan kependudukan seperti pertumbuhan penduduk beserta karakteristik faktor yang mempengaruhinya, baik karena tingkat fertilitas dan mortalitas atau karena tingkat migrasi, akan berdampak dalam upaya intervensi pembangunan yang dilaksanakan, seperti: penyediaan infrastruktur yang memadai serta lapangan pekerjaan yang cukup di masa mendatang.

Tabel 2.2
Pertumbuhan Penduduk Tahun 2016 -  2018
Kabupaten Kutai Timur
No
Kecamatan
2016
2017
2018
1
Wanasari
2.062
3.711
4.093
2
Wahau Baru
1.837
1.941
2.393
3
Karya Bhakti
3.511
2.180
4.327
Jumlah Penduduk
7.410
7.832
10.813
Pertumbuhan (%)
0,97
Keterangan :
Sumber  : Catatan Sipil Kabupaten Kutai Timur 2018

Pada tahun 2016 jumlah penduduk Puskesmas Muara Wahau II sebesar 7.410 jiwa mengalami kenaikan jumlah penduduk sebanyak 4.22 jiwa, menjadi 7.832 jiwa di tahun 2017 kemudian pada tahun 2018 terjadi lagi pertambahan jumlah penduduk menjadi 10.813 jiwa atau mengalami pertumbuhan 0,97%. Penambahan Jumlah Penduduk tersebut merupakan pemutakhiran data BPS kutai Timur.

Gambar 2.1
Distribusi Penduduk Pada Tiap Desa Tahun2018
Keterangan :
Sumber  : Badan Pusat Statistik Kabupaten Kutai Timur Tahun 2018

Pada Gambar 2.2, Jika dilihat dari gambar diatas jumlah penduduk tertinggi di Wilayah kerja Puskesmas Muara Wahau II masih terdapat di Desa Karya Bhakti  dengan jumlah penduduk sebesar 4.327 Jiwa, Wanasari sebesar 4.093  jiwa ,dan Jumlah penduduk terendah terdapat di Wahau Baru sebesar 2.393 Jiwa.
Struktur umur penduduk menurut jenis kelamin dapat digambarkan dalam bentuk grafik di bawah ini. Berdasarkan estimasi penduduk yang telah dilakukan, dapat disusun sebuah grafik jumlah penduduk tahun 2018. Grafik menunjukkan jumlah penduduk, badan grafik warna biru menunjukkan banyaknya penduduk laki – laki dan badan grafik warna merah menunjukkan jumlah penduduk perempuan. Grafik tersebut merupakan gambaran struktur penduduk yang terdiri dari struktur penduduk muda, dewasa, dan tua. Struktur penduduk ini menjadi dasar bagi kebijakan kependudukan, sosial, budaya dan ekonomi.

Gambar 2.2
Estimasi Penduduk Pada Kelompok Umur
Puskesmas Muara Wahau II Tahun 2018


Keterangan :
Sumber  : Data capil 2018

Pada Gambar 2.3 ditunjukkan bahwa struktur penduduk di wilayah kerja Puskesmas Muara Wahau II termasuk dalam struktur penduduk Produktif. Hal ini dapat diketahui bahwa dari banyaknya jumlah penduduk usia Produktif  (15 -64 tahun) yang tinggi, kemudian kelompok usia non produktif (0-14 tahun dan 65 tahun keatas) dengan kata lainangka harapan hidup semakin meningkat yang ditandai dengan lebih tingginya usia produktif dibanding dengan non produktif, ini menunjukkan banyaknya jumlah penduduk usia produktif terutama pada kelompok usia 25 – 29 tahun, baik laki – laki dan perempuan. Rincian estimasi jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan kelompok umur di Puskesmas Muara Wahau II dapat dilihat pada Lampiran Tabel 2.
Indikator penting terkait distribusi penduduk menurut umur yang sering digunakan untuk  mengetahui produktivitas penduduk adalah Angka Beban Tanggungan atau Dependency Ratio. Angka Beban Tanggungan adalah angka yang menyatakan perbandingan antara banyaknya orang yang tidak produktif (umur di bawah 15 tahun dan umur 65 tahun ke atas) dengan banyaknya orang yang termasuk umur produktif (umur 15–64 tahun). Secara kasar perbandingan angka beban  tanggungan menunjukkan dinamika beban tanggungan umur produktif terhadap umur nonproduktif. Semakin tinggi rasio beban tanggungan, semakin tinggi pula jumlah penduduk nonproduktif yang ditanggung oleh penduduk umur produktif.
Komposisi penduduk Puskesmas Muara Wahau II menurut kelompok umur yang ditunjukkan oleh Grafik 2.3, menunjukkan bahwa penduduk yang berusia 0-14 tahun sebesar 18,6% yang berusia 15-64 tahun sebesar 79,4% dan yang berusia ≥ 65 tahun sebesar 2,0%. Dengan demikian maka Angka Beban Tanggungan penduduk Puskesmas Muara Wahau II pada tahun 2018 sebesar 25,9%. Hal ini berarti bahwa 4 orang yang masih produktif akan menanggung 1 orang yang belum/sudah tidak produktif lagi.
Penduduk sasaran program pembangunan kesehatan sangatlah beragam, sesuai dengan karakteristik kelompok umur tertentu atau didasarkan pada kondisi siklus kehidupan yang terjadi. Beberapa upaya program kesehatan memiliki sasaran ibu hamil, ibu melahirkan, dan ibu nifas. Beberapa program lainnya dengan penduduk sasaran terfokus pada kelompok umur tertentu, meliputi: bayi, batita, balita, anak balita, anak usia sekolah SD, wanita usia subur, penduduk produktif, dan usia lanjut.
Kepadatan penduduk menunjukkan banyaknya penduduk per kilometer persegi. Hasil estimasi penduduk menunjukkan pada tahun 2018 kepadatan penduduk di Puskesmas Muara Wahau II sebesar 3 penduduk per km2. Estimasi kepadatan penduduk paling besar terdapat di desa Karya Bhakti dengan kepadatan penduduk 3 penduduk per km2, Desa Wanasari sebesar 2 penduduk per km2, dan wahau baru  sebesar 1 penduduk per km2.
Penduduk sebagai determinan pembangunan harus mendapat perhatian yang serius. Program pembangunan, termasuk pembangunan di bidang kesehatan, harus didasarkan pada dinamika kependudukan. Upaya pembangunan di bidang kesehatan tercermin dalam program kesehatan melalui upaya promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Untuk mendukung upaya tersebut diperlukan ketersediaan data mengenai penduduk sebagai sasaran program pembangunan kesehatan.

C.      Pendidikan
Salah satu indikator pengukur pemerataan akses pendidikan adalah Angka Partisipasi Kasar (APK), indikator ini mengukur proporsi anak sekolah pada suatu jenjang pendidikan tertentu dalam kelompok umur sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut. Sedangkan untuk menunjukan proporsi anak sekolah pada suatu kelompok umur tertentu yang bersekolah pada tingkat yang sesuai dengan kelompok umurnya, maka digunakan Angka Partisipasi Murni (APM). Data Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni (APK) Puskesmas Muara Wahau IIpada tahun 2017-2018 tersaji pada tabel berikut:






Tabel 2.3
Persentase APK Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2018
NO
Jenjang Pendidikan
APK
2018
1
Sekolah Dasar (SD)/MI
2,36
2
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)/MTS
1,36
3
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA/SMA/MA)
0,85
4
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
1,17










Keterangan :
SumberDinas PendidikanMuara Wahau Tahun2018

Berdasarkan tabel diatas terlihat Angka Persentase Kasar (APK) menurut tingkat pendidikan Tahun 2018pada jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP/MTS) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA/MA),pada jenjang Sekolah Dasar (SD) persentase APK 2,36% di tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) persentase APK 1,36%, sedangkan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA/SMA/MA) persentase APK 0,85% dan jika dibandingkan dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) terdapat sedikit perbedaan berpersentase APK dimana (SMK) 1,17%.

D.  Keadaan Lingkungan dan Perilaku Masyarakat
Lingkungan merupakan salah satu variabel yang perlu mendapat perhatian khusus dalam menilai kondisi kesehatan masyarakat. Bersama dengan faktor perilaku, pelayanan kesehatan dan genetik, lingkungan mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Menurut Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI) kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologi yang dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia.
Masalah kesehatan lingkungan merupakan masalah kompleks yang harus diatasi bersama. Untuk menggambarkan keadaan lingkungan, akan disajikan indikator-indikator seperti: akses air minum berkualitas, akses terhadap sanitasi layak, rumah tangga kumuh dan rumah sehat.

1.        Sarana dan Akses Air Minum Berkualitas
Salah satu tujuan pembangunan prasarana penyediaan air baku untuk memastikan komitmen pemerintah terhadap Millenium Development Goals (MDGs) yaitu memastikan kelestarian lingkungan hidup dengan menurunkan target hingga setengahnya proporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan terhadap air minum layak dan sanitasi dasar hingga 2019.
Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
Penyelenggara air minum dapat berasal dari badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah, koperasi, badan usaha swasta, usaha perorangan, kelompok masyarakat, dan/atau individual yang melakukan penyelenggaraan penyediaan air minum. Syarat-syarat kualitas air minum sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010, diantaranya adalah sebagai berikut :
·       Parameter mikrobiologi E Coli dan total Bakteri Kolifrom, kadar maksimum yang di perbolehkan 0 jumlah per 100 ml sampel,
·       Syarat Fisik : Tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna,
·       Syarat Kimia : Kadar Besi : maksimum yang diperbolehkan 0,3 mg/l, Kesadahan (maks 500 mg/l), pH 6,5-8,5.
Dalam rangka meningkatkan pencapaian persentase kualitas air minum berkualitas dengan salah satu target prioritas adalah persentase kualitas air minum yang memenuhi syarat kesehatan, dalam hal ini adalah air minum yang didistribusikan oleh PDAM.




Gambar 2.3
Persentase Air Minum Dengan Akses Berkelanjutan
Puskesmas Muara Wahau II Tahun 2018

Keterangan :
Sumber  :Program Kesehatan Lingkungan Puskesmas Muara Wahau II

Pada Gambar 2.4 dapat dijelaskan bahwa Sumber air minum melalui perpipaan yang berasal dari PDAM  merupakan pilihan utama masyarakat di wilayah puskesmas Muara Wahau II, tercatat sebanyak 4312 penduduk atau sekitar 39% penduduk menggunakan PDAM, namun dengan terbatasnya akses PDAM masyarakat memilih sumber air minum yang lain diluar perpipaan. Pemilihan sumber air minum terbesar diluar perpipaan adalah sumur gali terlindungi yaitu sebanyak 739 penduduk atau sekitar6,8% kemudian terminal air (tandon air) sebanyak 186 penduduk atau sekitar 1,7% dan penampungan air hujan sebanyak 151 penduduk atau sekitar 1,3%.
Amanat Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang selanjutnya dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum pada Pasal 6 disebutkan bahwa :
1)     Air minum yang dihasilkan dari Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang digunakan oleh masyarakat pengguna/pelanggan harus memenuhi syarat kualitas berdasarkan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan,
2)     Air minum yang tidak memenuhi syarat kualitas sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 dilarang didistribusikan kepada masyarakat.
Upaya pengawasan kualitas air sebagaimana yang diatur di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 736/MENKES/PER/VI/2010 tentang Tata Laksana Pengawasan Kualitas Air Minum, dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan kabupaten/kota sebagai pengawasan  eksternal dan penyelenggara air minum sebagai pengawasan internal. Selain itu diatur pula mengenai adanya upaya penyampaian informasi tentang data kualitas air minum oleh penyelenggara air minum ke dinas kesehatan kabupaten/kota serta upaya penyampaian kondisi kualitas air oleh pemerintah daerah di wilayahnya.
Seiring dengan kemajuan teknologi serta semakin tinggi tingkat kesadaran masyarakat terhadap kesehatan terutama dalam pemenuhan kebutuhan air bersih untuk minum, sementara itu persediaan air tanah yang selama ini menjadi sumber utama air minum telah mengalami pencemaran, rumah tangga kini mulai beralih kepada produk air minum dalam kemasan/isi ulang. Produk ini merupakan salah satu solusi untuk konsumsi air minum karena produk dapat langsung diminum karena telah melalui proses produksi.
Sementara menurut definisi MDGS air minum kemasan dan isi ulang tidak termasuk dalam sumber air minum layak. Hal ini dikarenakan air kemasan tidak dapat dipastikan keberlanjutannya dan sumbernya berasal dari wilayah lain.








Gambar 2.4
Persentase Kualitas Air Minum di Penyelenggara Air Minum
 yang Memenuhi Syarat Kesehatan
Puskesmas Muara Wahau II Thun 2018
 









Sumber  : Program Kesehatan Lingkungan Puskesmas Muara Wahau II

Pada Gambar 2.5 dapat dijelaskan bahwa kualitas air minum di penyelenggara air minum yang memenuhi syarat kesehatan didapatkan di desa Wanasari sebanyak 83 penyelenggara air minum, sedangkan di desa Wahau Baru sebanyak 49 dan di Desa Karya Bhakti sebanyak 152.
Sumber air minum mempengaruhi kualitas air minum. Untuk sumber air minum yang berasal dari sumber air minum layak, selain konsep air ledeng,  akses masyarakat juga pada buka jaringan perpipaan yang terbagi atas : sumur gali terlindungi, sumur gali dengan pompa tangan, sumur bor dengan pompa tangan, perlindungan mata air dan penampungan air hujan. Khusus untuk sumur bor/pompa, sumur terlindung, dan mata air terlindung harus memenuhi syarat jarak ke tempat penampungan kotoran/tinja minimal 10 meter.

2.        Sarana dan Akses Terhadap Sanitasi Dasar
Akses terhadap air bersih dan sanitasi merupakan salah satu fondasi inti dari masyarakat yang sehat. Air bersih dan sanitasi yang baik merupakan elemen penting yang menunjang kesehatan manusia. Sanitasi berhubungan dengan kesehatan lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Buruknya kondisi sanitasi akan berdampak negatif di banyak aspek kehidupan, mulai dari turunnya kualitas lingkungan hidup masyarakat, tercemarnya sumber air minum bagi masyarakat, meningkatnya jumlah kejadian diare dan munculnya penyakit.
Berbagai alasan digunakan oleh masyarakat untuk buang air besar sembarangan, diantaranya adalah anggapan membangun jamban itu mahal, lebih enak buang air besar di sungai, tinja dapat digunakan sebagai pakan ikan, dan lain-lain. Perilaku ini harus diubah karena dapat meningkatkan risiko masyarakat untuk terkena penyakit menular.

Gambar 2.5
Penduduk dengan akses yang menggunakan Jamban sehat
UPT Puskesmas Muara Wahau II tahun 2018
Sumber  : Program Kesehatan Lingkungan Puskesmas Muara Wahau II

Dari Gambar 2.6 dapat dijelaskan bahwa di desa Wanasari jumlah penduduk yang menggunakan jamban sehat model leher angsa sebesar 529 penduduk, model plengsengan sebanyak 628 penduduk, di desa Wahau Baru yang menggunakan model leher angsa sebanyak 285 penduduk model plengsengan sebanyak 344 penduduk dan di desa Karya Bhakti yang menggunakan jamban model leher angsa sebanyak 547 penduduk model plengsengan sebanyak 649 penduduk, dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat yang tinggal di dalam wilayah UPT Puskesmas Muara Wahau II sudah mulai sadar akan pentingnya penggunaan jamban sehat.
Sesuai dengan konsep dan defnisi MDGs, disebut akses sanitasi layak apabila penggunaan fasilitas tempat buang air besar milik sendiri atau bersama, jenis kloset yang digunakan jenis leher angsa dan tempat pembuangan akhir tinjanya menggunakan tangki septic atau Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL). Metode pembuangan tinja yang baik yaitu dengan jamban dengan syarat sebagai berikut:
1)     Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi
2)     Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin memasuki mata air atau sumur
3)     Tidak boleh terkontaminasi air permukaan
4)     Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain
5)     Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar, atau bila memang benar-benar diperlukan, harus dibatasi seminimal mungkin
6)     Jamban harus bebas dari bau atau kondisi yang tidak sedap dipandang
7)      Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan tidak mahal.

Secara umum kendala yang dihadapi dalam upaya meningkatkan akses terhadap sanitasi dasar di rumah tangga, yaitu :
1)     Proses peningkatan perubahan perilaku tidak dapat dilakukan secara instan, cenderung membutuhkan waktu yang relative lama agar masyarakat dapat mengadopsi perilaku yang lebih sehat dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun demikian, kondisi sosial budaya yang sangat bervariasi dapat mempengaruhi cepat lambatnya perubahan perilaku,
2)     Masih banyaknya  pemukiman  yang terletak di pinggiran sungai.
3)     Belum meratanya ketersediaan sarana air minum dan sanitasi yang mudah, murah dan terjangkau oleh masyarakat,
4)     Kondisi geografis yang sangat bervariasi mengakibatkan sulitnya menentukan pilihan teknologi sanitasi yang dapat diterapkan di daerah tersebut.


Salah satu upaya yang dilakukan guna meningkatkan akses terhadap sanitasi dasar adalah dengan menggalakkan kegiatan:
1)     Pemicuan Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS),
2)     Kampanye Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS),
3)     Penyuluhan pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga yang aman,
4)     Penyuluhan pengelolaan sampah dengan benar,
5)     Penyuluhan pengelolaan limbah rumah tangga yang aman,
6)     Jumat bersih.

3.        Rumah Sehat
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pasal 162 dan 163 mengamanatkan bahwa upaya kesehatan lingkungan ditujukan untu mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Pada pasal 163 ayat 2 mengamanatkan bahwa lingkungan sehat antara lain mencakup lingkungan permukiman. Untuk menjalankan amanat dari pasal tersebut, maka untuk penyelenggaraan penyehatan permukiman difokuskan pada peningkatan rumah sehat.

Rumah sehat adalah rumah yang memenuhi kriteria minimal : akses air minum, akses jamban  sehat, lantai, ventilasi, dan pencahayaan (Kepmenkes Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan dan Permenkes Nomor 1077/PER/V/MENKES/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah). adapun rumah yang memenuhi syarat untuk dikategorikan rumah sehat dapat dilihat dari gambar dibawah ini:







Gambar 2.6
Persentase Rumah Sehat Menurut Desa dan Pustu
UPT Puskesmas Muara Wahau II
Tahun 2018

85%70%70%
Sumber  : Program Kesehatan Lingkungan Puskesmas Muara Wahau II

Dari gambar 2.7 dapat dijelaskan bahwa di desa Wanasari kategori rumah yang memenuhi syarat (rumah sehat) sebanyak 775 rumah atau sebesar 77%, di desa Wahau Baru sebanyak 651 rumah atau sebesar 77% dan di desa Karya Bhakti sebanyak 912 rumah atau sebesar 85%. untuk melihat secara detailnya dapat dilihat pada Tabel 58.
4.        Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga
Keluarga mempunyai peran penting dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, karena dalam keluarga terjadi komunikasi dan interaksi antara anggota keluarga yang menjadi awal penting dari suatu proses pendidikan perilaku.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di rumah tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan di masyarakat. Untuk mencapai rumah tangga ber-PHBS, terdapat 10 perilaku hidup bersih dan sehat yang dipantau, yaitu:
1.    Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan,
2.    Memberi ASI ekslusif,
3.    Menimbang balita setiap bulan,
4.    Menggunakan air bersih,
5.    Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun,
6.    Menggunakan jamban sehat,
7.    Memberantas jentik di rumah sekali seminggu,
8.    Makan buah dan sayur setiap hari,
9.    Melakukan aktivitas fisik setiap hari, dan
10.  Tidak merokok di dalam rumah.
Pelaksanaan perilaku hidup bersih dan sehat sejak dini dalam keluarga dapat menciptakan keluarga yang sehat dan aktif dalam setiap upaya kesehatan di masyarakat. Dalam upaya meningkatkan kesehatan anggota keluarga, Dinas Kesehatan melalui Seksi Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat berupaya meningkatkan persentase rumah tangga ber-PHBS.
Meningkatkan cakupan PHBS merupakan suatu hal yang sangat penting dan menjadi tantangan tersendiri dalam mewujudkan kesehatan masyarakat, khusunya masyarakat di pedesaan. Hal tersebut tidak lepas dari sarana PHBS yang masih terbatas di masyarakat, disamping kesadaran akan hidup sehat yang masih kurang sehingga perlu untuk terus ditingkatkan.
Survey PHBS rumah tangga adalah metode pengumpulan data PHBS guna mendukung upaya mengatasi masalah kesehatan di suatu desa. Survey ini berbasis rumah tangga dan menggunakan metode C Survey dalam menentukan target. Disebut rumah tangga ber-PHBS apabila semua dari 10 indikator PHBS dinyatakan “ya“.
Secara nasional persentase pencapaian rumah tangga yang ber-PHBS mencapai 56,70%. Persentase tertinggi rumah tangga ber-PHBS terdapat di Provinsi Jawa Tengan dengan persentase 76,42% disusul Kalimantan Timur dengan persentase sebesar 75,26%, dan Kalimantan Selatan dengan persentase sebesar 72,62%. Sedangkan provinsi yang persentase rumah tangga ber-PHBS terendah terdapat di Papua Barat dengan persentase 25,50%, Papua dengan persentase 25,80% dan Sulawesi Barat dengan persentase 30,85%.
Persentase Capaian Survei PHBS Puskesmas Muara Wahau II tahun 2016 sebesar 42%. Cakupan ini lebih rendah dari tingkat nasional,dan ini merupakan masalah pekerjaan rumah atau perlu perhatian khusus bagi Puskesmas Muara Wahau II khusunya bagian Promosi kesehatan dan juaga lintas sektor terkait yang perlu di tangani mengingat cakupan Rumah Tangga ber PHBS jauh di bawah standard nasional.

Gambar2.7
Persentase Rumah Tangga Ber PHBS di wilayah kerja
Puskesmas Muara Wahau II Tahun 2018



Pada gambar 2.8 dapat dijelaskan bahwa Cakupan Rumah Tangga Ber PHBS di tahun 2018 tampak mengalami penurunan  jika di banding dengan tahun 2017 dan 2016 Rumah Tangga Ber PHBS tertinggi di tahun 2018 terdapat di desa Karya Bhakti yaitu sebanyak40% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sampai 42 %, kemudian di desa wahau baru 37% yang terendah yaitu desa karya bhakti sebesar 33% Salah satu indikator yang menyebabkan kegagalan Rumah tangga ber PHBS adalah tidak merokok di dalam rumah, hal ini sangat bertolak belakang dengan masih banyaknya ditemui di masyarakat yang tinggal di sekitaran wilayah UPT Puskesmas Muara Wahau IIini tentunya masih sangat rendah jika di bandingkan  dari Standar nasional persentase pencapaian rumah tangga yang ber-PHBS mencapai 56,70%.
Adapun penyebab rendahnya cakupan rumah tangga Ber PHBS di tahun 2018 dipengaruhi oleh bebera faktor antara lain faktor perilaku dan non perilaku fisik, sosial ekonomi dan sebagainya serta minimnya pengetahuan masyarakat akan hidup sehat dan Puskesmas menjalankan fungsi Preventif dan Promotif yg kurang.

1 komentar:

  1. Tempatku meNcari rezeky setiap hari,sehat2 slalu sluruh petugas pkm MW 2,agar bs slalu maksimal dlm memberikan pelayanan kpd sluruh masyarakat, aamiin

    BalasHapus